Sunday, July 8, 2012
•♫. Madinah Menyapa #Rehab Hati - Bag 2
Matanya berkaca, suaranya parau bergeletar...
“Assalamualika ayyuhannabiyyu warohmatullahi wabarokatuh. Sollallahu ‘alaika wa jazaka ‘an ummati khairan”
Ia menggeser arah telapak tangannya kearah kamar disebelahnya, suaranya semakin menggeletar... Tidak semua kumengerti, namun kudengar darinya: “Assalamualaika ya Abi Bakrin kholifata Rasulillah sollallahu alaihi wa sallam warohmatullahi wabarokatuh..rhadiyallahu anh…”
Ia terus menggeserkan tangan dan wajahnya ke kamar-kamar lain dengan berkata “Assalamualaika ya Ummaru amiirul mu’minina warohmatullahi wabarokatuh rhadiyallahu anh’…” dan seterusnya.
Disana aku baru tersadar. Bahwasannya tepat saat itu tubuhku sedang berdiri dihadapan maqom Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat terdekatnya.
Allahuakbar!
Hanya salam sederhana yang bisa kusampaikan kepadamu ya Rasulallah..
Aku tidak mampu merangkai do’a yang terbaik untukmu di depan nisanmu ini. Diri ini begitu malu untuk berkata-kata. Aku hanya ummatmu yang teramat jauh darimu, teramat jauh dari kemuliaan ahlakmu, hanya ummatmu yang sering melupakan pesan-pesanmu.
Diri ini hanya insan jahil yang sedikit saja mengetahui kata-kata mutiara darimu, pesan-pesan hikmah penuh kemuliaan yang seharusnya terus kugali dikeseluruhan hidup ini. Bahkan sering kuberlari, mengingkari nasihatmu, memilih jalanan lain... padahal engkau telah mengikat pinggang kami tapi kami tetap terjun kedalam api yang engkau khawatiri.
Ya Rasulallah...
Aku tahu engkau telah tiada, dan tak akan pernah kembali lagi.
Namun ku tahu, disana engkau tengah menghiasi senyum di wajah muliamu, menanti dan didandani para bidadari syurga untuk menyambut ummatmu dan mempersilahkannya di telag Al Kautsar. Menanti ummatmu yang lurus, ummatmu yang bangga dan bahagia dengan mengikuti sunnah-sunnahmu secara kaffah dan lurus.
Aku tahu engkau telah tiada, dan hamba yang hina ini datang dengan sejumput malu, bersimpuh, mengharap syafa’at yang engkau tawarkan di hari mahsyar nanti.
Jangan lupakan kami ya Rasulallah..
Bulir-bulir hangat terasa keluar dari kelopak mata dan menelusuri pipi lalu terjatuh berdiam di karpet merah yang terhampar di masjid Nabawi. Peristiwa itu tidak kurang dari lima menit saja, masjid sangat penuh dan semua ingin singgah di koridor ini. Berjalan pelan memperhatikan kotak kamar terakhir Rasulullah, di bumi persinggahan ini. Mengenang kembali peristiwa menegangkan saat-saat ruh mulia Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam terlepas dari jasadnya, seperti riwayat sahih dari Aisyah radiyallahu anha:
"Sebelum itu kami mendengar gerakan dibalik pintu dan itulah Jibril meminta izin dari Rasulullah untuk masuk, dan Rasulullah mengizinkannya. Kemudian aku mendengar Rasulullah berkata kepadanya; "Wahai Jibril! Allah, Allah!"
Kemudian aku bertanya: "Apa yang terjadi wahai Rasulullah?"
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: "Itulah Jibril berkata bahwa Malaikat maut berada didepan pintu meminta izin.." Jibril berkata: "Malaikat maut itu tidak pernah meminta izin dari sesiapapun sebelum dan sesudahmu.. Allah menyampaikan salam kepadamu,.. Allah telah merinduimu? Jika engkau menghendaki aku akan mencabut ruh mu untuk menemui Allah, jikalau tidak aku akan biarkan sesuai masa waktu yang engkau inginkan.."
Dan Rasullullah memilih Allah. Kemudian malaikat mautpun masuk rumah Rasulullah, dia mengucapkan salam kepada Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata; "Wahai Rasulullah! Apakah engkau mengizinkanku?"
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: "Terserah kepadamu, berlembutlah ketika mencabut nyawaku..."
"Akhhhh..."
Desahan Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam kesakitan.
Beliau berkata kepada Malaikat maut; “Berlembutlah kepadaku wahai saudarau malaikatul maut..”
Disanalah malaikat maut mencabut nyawa yang sangat mulia itu. Keringat bercucuran dari dahi Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam. Laksana butiran permata yang berbau kasturi. Sang Nabi mengusap peluh dari dahinya.
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam berteriak melemah: "Akhhhh...! Akhhh..! kematian itu amat menyakitkan. Ya Allah! Ringankan kesulitan maut terhadapku.. ringankan kesulitan maut terhadap ummatku.."
Maka para Malaikat dari langitpun turun dan berkata: "Ya Rasulullah! sesungguhnya salam dan kesejahtraan keatasmu.."
Dalam kesakitan sakaratul maut ruh baginda menangis dan berdo’a: "Ya Allah ringankanlah kesulitan maut untukku dan ummatku"
“Ya Allah! Ringankanlah kesulitan maut untukku dan ummatku.."
Selepas itu Rasulullah terbaring, lidahnya tidak bisa bertutur lagi dan tidak terdengar apa apa darinya. Hal terakhir yang diucapkannya adalah: "Allah. Allah. Shalat. Shalat"
Aduhai begitu sayangnya beliau kepada kita, ummatnya.
Hingga disaat-saat paling menyakitkan, disaat-saat sakaratulmaut . Di saat-saat terakhirnya di bumi ini. Disaat-saat nafas terakhirnya, saat ruh itu hampir terlepas dari raga, beliau masih menyempatkan sebuah do’a untuk ummatnya.
Ruh Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam sampai kepada halqumnya.
Cahaya memancar dari wajahnya, meliputi keluarganya. Baginda Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam membuka kedua belah matanya untuk terakhir kali. Baginda menunjukan syarat dengan jari ketauhidannya, baginda menghirup nafas terakhirnya di dunia ini dan menyerahkan ruhnya kepada Tuhannya.
Sejahteralah jasad Baginda..
Setelah melalui hari-harinya yang penat dan meletihkan..
Untuk kita, umatnya.
Sejahteralah jasad Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam...
Beliau bisa beristirahat setelah perutnya yang di ikat dengan batu karena kelaparan untuk kita,. Sejahteralah jasad yang pernah dilempari batu sehingga terluka untuk kita.
Sejahteralah gerhamnya yang pernah patah untuk kita, Umatnya.
Sejahteralah jasad yang pernah pernah terluka dan mengalir darahnya...
Sejahteralah jasad yang daging pipinya pernah tertusuk untuk kita.
Sejahteralah jasad yang kakinya bengkak disebabkan pengabdiannya pada Allah serta dakwah untuk kita.
Sejahteralah jasad yang memikul kesukaran, keletihan, kesakitan dan kelaparan untuk kita, Ummatnya.
Sekejap rumah itu diselubungi dengan tangisan, menyaksikan kepergian peminpin mereka, setelah ruh meninggalkan jasadnya. Masjidpun diselubungi dengan kesedihan.
Berita itu pun tersebar keseluruh kota Madinah. Bergetarlah hati para sahabat. Sayyidina Umar Bin Al Khatab radiyallahu anhu mengeluarkan pedang dan mengacungkannya di jalanan. Beliau hilang pertimbangan karena kesedihan itu. Beliau berteriak-teriak..
"Sekelompok dari orang-orang munafik berkata bahwa Rasulullah telah mati. Rasulullah tidak mati. Akan tetapi Rasulullah menuju kepada Rabbnya sebagaimana perginya Nabi Musa dan Baginda akan kembali kepada kita. Siapa yang mengatakan bahwa Rasulullah telah mati, aku akan menyentuhnya dengan pedangku ini".
Sayyidina Utsman bin Affan radiyallahu anhu membisu.
Ia tidak berkata apa apa. Ketika fikiran mereka terganngu, hati mereka pun kebingungan.
Berita itu pun akhirnya sampai kepada Abu Bakar Assidiq radiyallahu anhu, beliaupun merasakan keadaan yang begitu menyedihkan itu. Beliau segera menuju Madinnah dan langsung menuju masjid Nabawi ini, melintasinya dan sampailah ke kamar Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam.
Sayyidina Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu memasuki rumah penuh debaran dan keluh kesah, seakan nyawanya yang dicabut. Beliau menangis, seperti suara menggeletar yang memasuki air. Dia berpaling, airmatanya bercucuran melihat jasad Nabi diliputi kain. Beliau membuka kain yang menutupinya untuk menatap wajah yang paling mulia itu. Beliau memandang wajah Nabi dalam-dalam, mendekapkan wajahnya, mencium wajah dan pipi Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam.
Beliau menangis sambil berkata: "Demi ibu dan ayahku wahai Rasulullah, betapa mulianya kehidupan dan kewafatanmu. Allah tidak akan merasakan untukmu kewafatan kedua kalinya untukmu. Jikalau tangisan itu bermanfaat bagimu, niscaya air mata ini akan terus berlinangan.. Tetapi tiada tempat mengadu melainkan Allah. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dan kamu wahai Muhammad adalah utusan Allah. Engkau telah sampaikan risalah dan sampaikan amanah, hingga engkau meninggalkan kami diatas jalan yang bersih"
Nafas beliau tersedu-sedu dalam tangisan, beliau memandang jasad Rasulullah lalu berkata kata lagi: "Ingatlah kami disisi Tuhanmu wahai Muhammad..."
Hari itu madinah menjadi layu.
BUKU REHAB HATI - NAI
Hal 30 - 35 (Insya Allah, jika ada umur panjang bersambung hingga Hal 450)
Bukunya tersedia, inbox fb ana langsung dengan format pemesanan: NAMA, ALAMAT, No HP, dan Jumlah Pesanan.
Salam Bahagia
NAI
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment