Tuesday, July 10, 2012
Layar Kehidupan #Rehab Hati Bag 10
Jika kita menyimak baik-baik, dalam sebuah film yang disuguhkan terdapat sebuah pesan atau makna berharga yang ingin disampaikan sang sutradara. Namun tidak semua penonton bisa memahaminya, penonton yang tidak konsentrasi tidak akan menangkap pesan tersebut. Yang mereka dapatkankan mungkin hanyalah tawa-tawa sesaat yang akan terlupa sesaat setelah film itu selesai.
Tentunya, seorang sutradara yang hebat sengaja menyembunyikan pesan itu agar penonton berantusiasme tinggi dan bernafsu untuk mengikuti dan menikmati film tersebut hingga selesai!
Jika kita analogikan, hidup ini pun demikian. Lihatlah, disetiap pagi kita dibangunkan untuk hidup kembali di panggung sandiwara dunia ini. Kita mendapatkan berbagai fasilitas yang diberikan Allah Subhannahu wa Ta’ala secara cuma-cuma, Dialah Sang Maha Pengatur, Sutradara Agung alam semesta ini. Yang Maha Kaya (Al Ghaniyy/الغنى) dan Yang Maha Pemberi Kekayaan atau Al Mughnii (المغنى), Yang Maha Mencukupi dan Maha Kuasa Memberikan Kekayaan dan melimpahkannya kepada siapa saja menurut Kehendak-Nya.
“Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (Q.S. Ali ‘Imran: 97)
“Dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan yang di bumi, dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah. tetapi jika kamu kafir maka (ketahuilah), sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di bumi hanyalah kepunyaan Allah dan Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji.” (Q.S An Nisa: 131)
Allah Azza wa Jalla dengan Kemahaan-Nya, telah membagi-bagikan "peranan" kepada semua manusia sebagai aktor dan aktris atau khalifah-Nya di bumi ini dengan Perencanaan-Nya yang sangat sempurna. Setiap peranan berjalan bersesuaian dan seimbang dalam masa yang Dia Kehendaki. Kesemuanya terbungkus rapi dalam sebuah tirai Hikmah, tidak ada kedzaliman disana.
Tidak pernah ada aktor atau dan akris-Nya yang dirugikan atas peran-perannya, selama ia taat dan patuh kepada arahan Sang Sutradara. Ada yang duduk sebagai raja, pengemis, konglomerat hebat, rakyat biasa dan berbagai profesi-profesi yang telah dipilihkan sesuai tingkatan pemahaman, ilmu dan kemampuan atau abilitas-nya.
Bukan kebetulah, jika siabang becak mengayuh kakinya disebuah siang terik. Tanpa siabang becak, mungkin ibu petani yang jauh disana tidak bisa menjajakan sayurannya dipasar-pasar. Si abang becak telah membantunya membawa suplai sayuran dari pak petani di desanya ke kota-kota.
Bukan kebetulan jika pak petani selalu bangun lebih awal disetiap paginya, memelihara padi dipematang sawah hingga ia menguning dan siap panen. Mungkin tanpa padi sang petani, burung-burung yang terbang dari sarangnya akan kembali pulang dengan mengeluh karena tak ada makanan untuk bayi mungil di sangkarnya. Dan begitu seterusnya.
Begitupun dengan berbagai profesi yang manusia jalani, berbagai tingkat pemahaman ilmu manusia yang berbeda-beda, berbagai jenis warna kulit, corak bahasa, negara, kafilah dan seterusnya tak lain kesemuanya adalah bagian dari Perencanaan-Nya dalam peran-peran tersebut agar terjadi keselarasan dan keserasian. Dialah Dzat yang merencanakan semuanya, membentuk rupa-rupa dan jenis berbagai mahluk yang berbeda satu sama lain dengan sifat dan manfaat yang mengagumkan sebagai refleksi Kemaha Indahan-Nya.
Al Mushawwir (المصور) Yang Maha Membentuk Rupa (memberi bentuk kepada makhluk-Nya).
“Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Q.S. al Hasyr: 24)
“Hai manusia, Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuhmu) seimbang, dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu.” (Q.S. Al Infithar: 6-8)
Allah Subhannahu wa Ta’ala Menciptakan dan Membentuk rupa yang berbeda-beda ini bukan tanpa tujuan, dengan berbagai perbedaan ini mahluk-Nya menjadi mudah untuk saling mengenal dan membedakan satu sama lain.
Apakah yang akan terjadi ketika semua wajah manusia sama?
Bukankah seorang istri tidak dapat membedakan mana wajah suami dan mana wajah iparnya?
Apakah yang akan terjadi jika saja semua kambing itu berwarna dan berwajah sama? Bukankah si pengembala tidak bisa lagi membedakan mana kambing miliknya dan kambing tetangganya?
Dan begitu seterusnya.
Begitupun dengan berbagai peranan yang Allah percayakan kepada manusia. Apakah yang akan terjadi, sekiranya jika semua manusia terlahir sebagai putra raja yang kaya raya? Bukankah seorang ratu itu butuh dokter kandungan untuk membantu kelahiran anak sang raja? Bukankah butuh babby sitter untuk mengurusi bayi tersebut? Bukankah butuh guru untuk melatih kecerdasannya? Bukankah butuh guru yang mempersiapkan ruhaninya? Bukankah perlu sopir yang mengantar jemputnya kesekolah? Bukankah butuh pengawal dari prajurit, dan seterusnya.
Semua manusia terlahir dengan mengemban peranan yang berbeda-beda semenjak manusia pertama hingga ummat diakhir jaman! Kesemuanya telah ada dalam Perencanaan dan Pengetahuan-Nya, yang mengetahui setiap details apa yang telah Dia ciptakan.
Al Khaliq (الخالق) adalah Dzat Yang Maha Pencipta atau, yang telah menciptakan mahluk dari ketiadaan. Dzat Yang Maha Kuasa Menciptakan segala sesuatu yang Ia kehendaki, Yang Menciptakan makhluk-Nya dalam pencitraan keindahan dan kesempurnaan-Nya, seperti para malaikat, manusia, hewan, tumbuhan, jin, matahari, bulan, bintang, galaksi dan segala yang ada pada alam semesta ini.
Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam Surat Ar Rum ayat 20-25 yang menunjukan kehebatan diri-Nya dalam mencipta dan menjaga. Begitupun dalam dimensi yang lebih kecil lagi, semisal dalam penciptaan diri kita yang sangat sempurna ini.
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (Q.S. At Tiin: 4)
Dari kesempurnaan ini kita berangkat untuk dapat mengenal tanda-tanda kebesaran-Nya yang tertanam di dalam diri kita dan kemudian memaksimalkan manifestasi yang telah Allah berikan berupa mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, akal untuk berfirkir dan hati (qalb) sebagai mediasi untuk memfilter atau memisahkan dan mengambil kebaikan dari berbagai peristiwa. Itulah yang kita sebut dengan bahasa hikmah, seorang yang telah dewasa fikirannya hanya akan melihat dari sisi baik semua peristiwa yang menyapanya lalu meresapkannya kedalam dirinya, disanalah seorang manusia dapat belajar dari Semesta-Nya, ia akan dapat mengenal alamNya sebaik kita mengenal diri kita.
Subhanallah!
Karena Dia Yang Menciptakan maka sudah menjadi hal yang teramat pasti bahwa Dia-pun mengetahui atas apa yang diciptakan-Nya.
Al `Aliim (العليم) atau Yang Maha Mengetahui (Memiliki Ilmu), tiada suatu pun yang luput dari Pengetahuan-Nya, tidak satupun hamba-Nya yang dirugikan atas ketetapan-Nya.
Allah serba mengetahui segala sesuatu baik itu yang ghaib maupun yang nyata, Allah mengetahui setiap ucapan dan perbuatan manusia, Allah tahu persis jumlah butiran pasir yang ada di bumi, Allah juga tahu setiap gerakan yang ada di darat laut dan udara. Allah mengetahui apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi dan tidak seorang pun dapat bersembunyi, di manapun dia berada Allah tetap akan mengetahui dan Allah Maha Menatap.
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)” (Q.S. Al An’am: 59)
Dalam menjalankan berbagai peranan yang tercipta tersebut, Sang Sutradara telah memberikan tantangan masing-masing disetiap peran yang diperankan mahluk-Nya. Semua itu pun ada maknanya, semua saling membutuhkan dan melengkapi.
Sang Sutradara dengan Ke Maha-an-Nya, tidak hanya memberikan skenario kepada peran-peran penting saja. Dia telah memberikan keseluruhan skenario agung itu kepada seluruh pemeran baik itu antagonis, protagonist – atau bahkan peran-peran figuran sekalipun – dan semua bisa mempelajarinya. Bahkan jika kita lihat lebih dalam, dalam pandangan Islam tidak pernah ada peran figuran, semua manusia adalah “Pemeran Utama” yang memiliki lakon sendiri.
Al Qur’an adalah skenario agung dari Sang Sutrada, skenario yang terjaga dari masa kemasa, menjadi sumber hukum bagi milyaran manusia. Skenario yang benar dari Yang Maha Benar, yang membenarkan dan diakui kebenarannya. Skenario yang terjaga oleh Penjagaan Al Hafiz (الحفيظ) atau Yang Maha Menjaga.
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Q.S. AL Hijr : 9)
Atas Kekuasaan dan Kehendak-Nya, Allah Subhannahu wa Ta’ala juga telah menurunkan seorang Rasul untuk menghantarkan pesan, menerjemahkan skenario agung itu agar mudah dipahami dalam bentuk keteladanan ahlak dan sunnah Rasul-Nya yang kemudian kita kenal dengan al Hadits.
Sungguh Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam adalah insan mulia – yang tutur katanya bersih dari nafsu, yang tutur katanya berasal dari wahyu – itu telah menerjemahkan skenario agung itu dengan sempurna. Figur dan keteladanan abadi itu tercatat dalam tuangan berbagai riwayat Hadits dan sunnah-sunnahnya. Keseluruhannya menjadi satu kesatuan utuh yang menggambarkan ahlakul karimah al Qur’an.
Sehingga tak ada keraguan, bagi masing-masing perananan – yang ridha dengan peranannya, yang bersungguh-sungguh menjalankan perannya sesuai tuntunan syariat – mereka akan bahagia di panggung sandiwara dunia ini dan kemudian sukses meraih nobel terbaik; bernama Jannah.
Sang Sutradara tidak menilai aktor dan aktris dari peran yang ia bawakan, namun lebih kepada sejauh mana, kredibilitas mereka dalam mengikuti Skenario Agung yang telah Dia wahyukan, sejauh mana mereka bisa menikmati dan mensyukuri perannya masing-masing, dan sejauh mana mereka bersungguh-sungguh dalam peran yang Dia percayakan kepadanya.
Allahuakbar!
Betapa bahagianya seorang beriman karena ia mengimani bahwasannya Allah memberikan peranan ke seluruh mahluknya tanpa akan terjadi kesalahan. Mari kita perkokoh keyakinan kita tentang hal ini dengan mengenal Al Khabiir atau Dzat Yang Maha Mengenal!.
Al Khabiir (الخبير) adalah Dzat Yang Maha Mengenali setiap hamba dan ciptaan-Nya. Dzat yang Mengetahui Hakikat segala sesuatu hingga hal-hal yang tidak terjangkau akal. Tidak ada rahasia yang tersembunyi dari-Nya, karena tidak ada yang terjadi di langit dan di bumi, tidak ada sebesar atom pun benda yang bergerak ataupun tidak ada berjiwa, yang resah atau tenang, tanpa diketahui oleh-Nya.
“Tidakkah kamu memperhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan Dia tundukkan matahari dan bulan masing-masing berjalan sampai kepada waktu yang ditentukan, dan Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al Luqman: 29)
Manusia itu tidak dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok atau yang akan diperolehnya, namun demikian mereka diwajibkan berusaha.
“… dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana Dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al Luqman: 34)
Allah Subhannahu wa Ta’ala pun menganugerahkan sifat ini kepada Hamba-Nya yang beriman, sehingga menjadikannya peka terhadap sesuatu. Sehingga ia sangatlah berhati-hati dalam lisan, sikap dan gerak tubuhnya, karena KemahatahuanNya. Selain itu, seorang hamba yang Allah anugerahkan sifat ini, dia akan dapat mengenal hal-hal yang ghaib dan ini merupakan buah dari ma’rifatullah.
Aktor dan aktris yang baik, ia sadar sepenuhnya dan percaya, bahwa peranan yang ia bawakan itu adalah peran terbaik yang telah sutradara pilihkan untuknya, dan mereka memegang teguh kepercayaan tersebut. Mereka bersungguh-sungguh dan bahagia dengan peranan dikeseluruhan hidupnya di panggung tersebut, apapun itu.
“Rasa percaya sepenuh hati, yang diikuti dengan kesungguhan untuk merealisasikannya itulah yang disebut Iman. Dan iman itu tidak akan hadir tanpa adanya pengetahuan, iman itu tidak akan tumbuh sempurna – apalagi hingga berbuah – tanpa adanya keinginan untuk menjaganya”.
Aktor dan aktris yang baik, akan menyadari sepenuhnya bahwasan kehidupan di panggung itu tidaklah nyata. Itu hanyalah sebuah uji coba kepiawaian dalam menjalankan peran yang sepenuhnya harus mengikuti sutradara. Laksana hamba yang mengikuti Tuhan-nya.
.....
BUKU REHAB HATI - NAI
Hal 73 - 78 (Insya Allah, jika ada umur panjang bersambung hingga Hal 450)
Bukunya tersedia, inbox ana langsung dengan format pemesanan: NAMA, ALAMAT, No HP, dan Jumlah Pesanan.
Salam Bahagia
Nuruddin Al Indunissy
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment